Indonesia dan negara Asia Tenggara terancam dikepung senjata nuklir. Ini dipicu oleh munculnya kemitraan baru di Indo-Pasifik, yang melibatkan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia, disebut AUKUS.
AS dan Inggris akan membantu Canberra untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir. Ini akan memungkinkan angkatan laut Australia untuk melawan sejumlah negara yang dianggap ‘musuh’ di kawasan Asia Pasifik seperti China.
“Ini akan memberi Australia kemampuan kapal selam mereka untuk dikerahkan untuk waktu yang lebih lama, lebih tenang, lebih mampu, memungkinkan kita untuk mempertahankan dan meningkatkan pencegahan di seluruh Indo-Pasifik,” kata seorang pejabat senior administrasi AS dikutip CNBC Internasional pekan lalu.
“Apa yang kami lihat di kawasan Indo-Pasifik adalah serangkaian keadaan untuk menjadi lebih mumpuni. Ini memungkinkan Australia untuk bermain di level yang jauh lebih tinggi, dan untuk meningkatkan kemampuan Amerika.”
Perlu diketahui, AUKUS memang dibentuk di tengah meningkatnya pengaruh dan ancaman China pada kawasan Asia Pasifik. Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, China sendiri juga diketahui memiliki 350 unit senjata nuklir, ketiga terbanyak setelah AS dan Rusia.
Hal ini membuat sejumlah negara Asia khawatir. Indonesia dan Malaysia adalah yang kompak meneriakkan kekhawatiran ini mengingat Asia Tenggara adalah area bebas senkata nuklir (SEANWFZ) sejak 1971.
“Indonesia sangat prihatin atas terus berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan,” kicau Kemlu melalui akun Twitter @Kemlu_RI.
“Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai. Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan.”
Malaysia sendiri melihat AUKUS bisa menstimulus tindakan lebih agresif dari negara-negara yang berseteru. Terutama di kawasan Laut China Selatan (LCS) yang memang sudah mengalami ketegangan saat ini.
Sebagaimana diketahui LCS jadi titik panas sejumlah negara kala China mengklaim 90% wilayah itu dengan “sembilan garis putus-putus”. Ini membuat China bersitegang dengan Vietnam, Filipina, Malaysia termasuk RI di Natuna Utara.
AS kemudian masuk ke persoalan ini dengan alasan “kebebasan navigasi”. AS kerap wara-wiri dengan kapal perang di sejumlah negara sekutu, seperti Filipina.
AS juga gencar ‘merayu’ sejumlah negara untuk bersama-sama menghalau China. Wakil Presiden AS, Kamala Harris bulan lalu sempat mendatangi Singapura dan Vietnam untuk hal serupa.
“Ini akan memprovokasi kekuatan lain untuk juga bertindak lebih agresif di kawasan itu, terutama di LCS,” kata Kantor Perdana Menteri Malaysia dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Reuters.
“Sebagai negara di ASEAN, Malaysia memegang prinsip menjaga ASEAN sebagai Zona Damai, Kebebasan, dan Netralitas (ZOFPAN).”