Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang mengungkapkan bahwa suku bunga AS atau fed fund rate (FFR) akan naik lebih tinggi, bikin semua investor putar arah. Aliran modal asing di tanah air pun terancam seret.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan sinyal kenaikan FFR oleh Powell, akan memberikan dampak terhadap pasar keuangan Indonesia, terutama ke pasar obligasi pemerintah.
Dengan naiknya FFR, maka akan menaikkan imbal hasil atau yield dari US Treasury. Sehingga pasar keuangan di Indonesia akan ditinggalkan oleh para investor.
“Dampak ke pasar keuangan Indonesia terutama ke pasar SBN, karena naik lebih agresifnya FFR akan menaikkan yield UST, yang berujung pada terjadinya risk-off sentiment atau outflow pada emerging market termasuk Indonesia yang pada akhirnya akan menaikan yield SBN,” jelas Faisal kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/3/2023).
Bukan hanya pasar obligasi pemerintah, pasar saham tanah air juga akan membuat investor lari, karena naiknya suku bunga global akan menaikkan suku bunga kredit.
“Sehingga akan berdampak pada aktivitas ekonomi dunia. Artinya risiko perlambatan ekonomi dunia akan meningkat,” kata Faisal lagi.
Begitu juga dengan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, diperkirakan juga akan tertekan. Diperkirakan rupiah bahkan bisa menyentuh level terdalam hingga Rp 15.500/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan Kamis (9/3/2023) pada level Rp 15.435/US$, melemah tipis 0,03%.
Kendati demikian, meski bisa menyentuh level Rp 15.500/US$, Faisal memandang posisi tersebut masih cukup aman di tengah perekonomian tanah air saat ini.
“Rp 15.500/US$ saya rasa masih cukup aman, karena fundamental kita masih cukup oke. Jadi, itu hanya berdampak pada jangka pendek saja. Ke depan masih bisa ke arah Rp 15.200 hingga Rp 15.300 per dolar AS pada akhir tahun 2023 sesuai dengan forecast kami,” jelas Faisal.
Senada, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan, kenaikan suku bunga AS menjadi salah satu faktor yang mendorong pelemahan ekonomi. David berpandangan, rupiah diperkirakan hanya akan melemah pada kisaran Rp 15.400/US$.
“Rupiah di kisaran Rp 15.100 sampai Rp 15.200 per dolar AS ke Rp 15.400/US$. Itu masih relatively tidak terlalu signifikan, melemah saja. Dalam sektor rill dampaknya tidak signifikan, belum mempengaruhi sektor riil,” jelas David.
Seperti diketahui, kabar perekonomian AS menjadi fokus investor akhir-akhir ini. Data ekonomi penting masih dinantikan sebagai acuan seberapa besar kenaikan suku bunga yang akan dinaikkan.
Namun, baru-baru ini Powell memperingatkan, bahwa kenaikan suku bunga kemungkinan akan lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh pembuat kebijakan bank sentral. Powell mengatakan tren saat ini menunjukkan bahwa tugas The Fed melawan inflasi belum berakhir.
Powell menilai kenaikan suku bunga saat ini belum mampu menekan inflasi ke target mereka di kisaran 2%. Inflasi AS dan pasar tenaga kerja AS masih kencang meskipun The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 450 basis points (bps) menjadi 4,50 – 4,75% dalam setahun terakhir. Pelaku pasar kini melihat puncak suku bunga The Fed akan berada di kisaran 5,5% – 5,75%.